Cerita Dongeng & Nasihat Rakyat Malaysia

Koleksi mengimbau cerita zaman kegemilangan & nasihat zaman kanak kanak rakyat Malaysia

Saturday, 7 October 2017

Di Kerajaan Daha, hiduplah dua orang putri yang sangat cantik jelita. Putri nan cantik jelita tersebut bernama Candra Kirana dan Dewi Galuh. Kedua putri Raja tersebut hidup sangat bahagia dan serba kecukupan.

Hingga suatu hari datanglah seorang pangeran yang sangat tampan dari Kerajaan Kahuripan ke Kerajaan Daha. Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kertapati. Maksud kedatangannya ke Kerajaan Daha adalah untuk melamar Candra Kirana. Kedatangan Raden Inu Kertapati sangat disambut baik oleh Raja Kertamarta, dan akhirnya Candra Kirana ditunangkan dengan Raden Inu Kertapati.

Pertunangan itu ternyata membuat Dewi Galuh merasa iri. Kerena dia merasa kalau Raden Inu Kertapati lebih cocok untuk dirinya. Oleh karena itu Dewi Galuh lalu pergi ke rumah Nenek Sihir. Dia meminta agar nenek sihir itu menyihir Candra Kirana menjadi sesuatu yang menjijikkan dan dijauhkan dari Raden Inu. Nenek Sihir pun menyetujui permintaan Dewi Galuh, dan menyihir Candra Kirana menjadi Keong Emas, lalu membuangnya ke sungai.

Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut dalam jalanya tersebut. Keong Emas itu lalu dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi di sungai, tetapi tak mendapat ikan seekorpun. Kemudian Nenek tersebut memutuskan untuk pulang saja, sesampainya di rumah ia sangat kaget sekali, karena di meja sudah tersedia masakan yang sangat enak-enak. Si nenek bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapa yang mengirim masakan ini.



Begitu pula hari-hari berikutnya si nenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek ingin mengintip apa yang terjadi pada saat dia pergi mencari ikan. Nenek itu lalu berpura-pura pergi ke sungai untuk mencari ikan seperti biasanya, lalu pergi ke belakang rumah untuk mengintipnya. Setelah beberapa saat, si nenek sangat terkejut. Karena keong emas yang ada ditempayan berubah wujud menjadi gadis cantik. Gadis tersebut lalu memasak dan menyiapkan masakan tersebut di meja. Karena merasa penasaran, lalu nenek tersebut memberanikan diri untuk menegur putri nan cantik itu. “Siapakah kamu ini putri cantik, dan dari mana asalmu?”, tanya si nenek. "Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh nenek sihir utusan saudaraku karena merasa iri kepadaku", kata keong emas. Setelah menjawab pertanyaan dari nenek, Candra Kirana berubah lagi menjadi Keong Emas, dan nenek sangat terheran-heran samapilah ke hari ini.

samalah... saya pun hairan juga ni... ko pikir kau saja yang hairan?

Pada zaman dahulu di daerah pasundal ada seorang raja yang bernama Kurprabu Tapak Agung. Beliau memimpin wilayahnya dengan sangat bijaksana, sehingga dicintai oleh rakyatnya. Sang raja mempunyai dua orang putri yang cantik. Yang tertua bernama Purbararang, dan adiknya bernama Purbasari.

Suatu hari, saat mendekati akhir hayatnya, sang raja meminta Purbasari putri bungsunya untuk menggantikan posisinya memimpin kerajaan. "Anakku, aku sudah lelah dan terlalu tua untuk memimpin, jadi sudah saatnya aku turun tahta," kata sang raja. Purbararang, yang merupakan kakak dari Purbasari, tidak setuju dengan perintah ayahnya tersebut. Dia merasa bahwa karena dia adalah anak tertua, maka dia lah yang seharusnya menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin kerajaan.

Purbararang yang sangat geram dan iri tersebut kemudian berencana untuk mencelakakan adiknya. Purbararang pergi menemui seorang nenek sihir. Dia meminta nenek sihir tersebut untuk memanterai adiknya. Akibat dari mantera nenek sihir itu cukup parah. Purbasari tiba-tiba kulitnya menjadi bertotol-totol hitam, dan itu lah yang dijadikan alasan oleh Purbararang untuk mengusirnya dari istana. "Pergi dari sini!" kata Purbararang kepada adiknya. "Orang yang telah dikutuk seperti kamu tidak layak untuk menjadi seorang ratu, bahkan tidak layak untuk tinggal di sini!" lanjutnya.

Purbararang lalu menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan adiknya itu ke tengah hutan. Dengan berat hati, Patih tersebut menuruti perintahnya. Namun, di tengah hutan, sang Patih yang sebenarnya baik hati itu tidak langsung meninggalkannya. Dibuatkannya sebuah pondok untuk Purbasari. Sebelum pergi, dia juga menasehati sang putri yang malang itu, memintanya agar selalu tabah dan sabar.

Selama tinggal di hutan, Purbasari tidak pernah merasa kesepian. Sang putri yang baik hati itu berteman dengan banyak hewan, yang juga selalu baik kepadanya. Di antara ratusan hewan yang menjadi temannya, ada seekor kera dengan bulu berwarna hitam yang misterius. Di antara hewan-hewan lainnya, kera tersebut lah yang paling perhatian dan paling baik hati kepada Purbasari. Kera tersebut bahkan sering membawakan bunga dan buah-buahan untuk menghibur hati sang putri. Purbasari lalu memberi nama kera itu Lutung Kasarung.

Pada suatu malam, saat bulan purnama, kera yang menjadi teman Purbasari tersebut pergi ke tempat yang sepi untuk bersemedi. Setelah cukup lama bersemedi, tiba-tiba tanah di dekat tempatnya bersemedi mulai mengeluarkan air yang jernih dan harum, yang kemudian membentuk sebuah telaga kecil.

Keesokan harinya, kera tersebut meminta Purbasari untuk mandi di telaga kecil itu. Walaupun awalnya merasa ragu, Purbasari menuruti permintaannya. Hal yang ajaib pun terjadi. Setelah mandi, tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bersih seperti semula. Sang putri pun menjadi cantik jelita seperti sedia kala. Purbasari sangat terkejut dan merasa sangat gembira karena kecantikannya telah pulih.

Di hari yang sama, Purbararang yang jahat tiba-tiba berniat ingin melihat keadaan adiknya di hutan. Dia pun pergi ke hutan bersama tunangannya dan beberapa orang pengawal kerajaan. Saat melihat kondisi adiknya yang sudah kembali cantik, Purbararang terkejut. Tapi, putri yang jahat itu tidak menyerah. Dia mengajak adiknya untuk adu panjang rambut. Siapa yang rambutnya lebih panjang, dia lah yang menang. Ternyata, rambut Purbasari lebih panjang, jadi dia lah yang menang.

Purbararang masih belum menyerah. Ia kemudian mengajak Purbasari untuk adu tampan tunangan, lalu ditunjukkannya tunangannya yang tampan. Purbasari kebingungan karena dia tidak memiliki tunangan. Dia pun langsung menarik monyet sahabatnya. Purbararang tertawa terbahak-bahak melihat hal itu. "Jadi tunanganmu seekor monyet?" ledeknya dengan sinis.



Tiba-tiba terjadi sebuah keajaiban. Monyet sahabat Purbasari berubah menjadi seorang pemuda yang gagah dan berwajah sangat tampan, jauh lebih tampan dari tunangan Purbararang. Para pengawal yang melihat hal tersebut terheran-heran dan bersorak gembira karena putri yang baik hati menang. Purbararang mengaku kalah, mengakui kesalahannya, dan meminta maaf. Purbasari yang baik hati tidak dendam dan tidak menghukum kakaknya yang jahat itu.

Purbasari kemudian menjadi seorang ratu yang memimpin kerajaannya dengan bijaksana, ditemani oleh pemuda pujaan hatinya, yang dulu selalu menemaninya dengan setia dalam wujud seekor lutung.

Friday, 6 October 2017

SUMPAHAN ULAT TANAH


Hampir seminggu Tuan Peladang duduk termenung. Musim kemarau memusnahkan tanaman diladangnya. Tanah menjadi kering-kontang. Tuan Peladang melihat air simpanannya di dalam tempayan cuma tinggal separuh sahaja lagi. Dia khuatir jika keadaan kemarau terus berlarutan, ini akan mengakibatkan dia mati kehausan.

Seekor lembu kepunyaan Tuan Peladang berada di kandang. Sang Lembu gembira kerana tidak perlu bekerja di ladang sejak musim kemarau melanda. Namun demikian, kegembiraan lembu itu tidak lama kerana musim kemarau itu menyebabkan rumput-rumput segar yang menjadi makanannya kering dan mati. Kini sukar bagi Sang Lembu itu mendapatkan rumput yang segar.

Pada suatu hari Sang Lembu mengambil keputusan untuk meninggalkan Tuan Peladang. Seboleh-bolehnya Sang Lembu ingin membuat sesuatu untuk mengubat kesedihan Tuan Peladang. Pada suatu malam, Sang Lembu telah keluar meninggalkan kandangnya. Sang Lembu berjalan untuk mencari sumber air. Setelah jauh berjalan, Sang Lembu terjumpa dengan sebuah perigi. Sang Lembu berfikir, tentulah perigi itu mempunyai air tetapi sungguh malang nasibnya kerana tiada air di dalam perigi tersebut. Sang Lembu berasa sedih dan duduk di tepi perigi buta itu sambil mengenangkan nasib yang bakal manimpa dirinya.



Sewaktu Sang Lembu duduk ditepi perigi itu, dia terdengar satu suara memanggilnya.
“Siapa?” Sang Lembu bertanya kehairanan.

“Aku, ulat tanah di dalam perigi buta ini.”

“Buat apa kamu di dalam perigi ini?” soal Sang Lembu lagi.

“Ini rumahku Sang Lembu. Sudah lama aku di sini sejak perigi ini kering airnya.”

“Tapi bagaimana kamu boleh hidup tanpa air di sini?” cetus Sang Lembu itu.

“Aku akan memberitahu kamu kenapa aku boleh hidup di sini tetapi kamu mestilah berjanji denganku terlebih dahulu.”

“Cakaplah saja dan aku akan berpegang pada janji-janji kamu itu.”

“Aku tahu kamu dan Tuan Peladang menghadapi masalah kekurangan air. Aku boleh tolong mengatasi masalah tersebut.” Sang Lembu tertawa. Dia tidak percaya dengan ulat tanah.“Dengarlah dulu kata-kata aku ini. Janganlah mentertawakan aku pula,” marah ulat tanah.

“Aku minta maaf Sang Ulat. Cakaplah aku bersedia mendengarnya.”

“Sebenarnya tanah di dalam perigi ini tetap lembap. Kalau digali pasti akan mengeluarkan air. Air perigi ini akan penuh semula. Justeru itu aku boleh berikan perigi ini kepada kamu dan Tuan Peladang. Tetapi sebagai ganjaran kamu hendaklah menyuruh Tuan Peladang menanam tanam-tanaman seperti sayur-sayuran di sekitar perigi ini. Aku dan kawan-kawanku akan berpindah dari perigi ini tetapi tidak jauh dari kawasan ini juga.”

“Terima kasih atas pertolongan kamu itu Sang Ulat. Tapi kenapa tuan aku mesti menanam tanaman di kawasan perigi ini?”

“Itu sebagai ganjaran kepadaku. Kamu hendaklah merahsiakan perkara ini dan tidak memberitahu sesiapa pun tentang perigi ini. Berjanjilah kamu akan menyuruh Tuan Peladang menanam sayur-sayuran di sini.”

“Baiklah. Terima kasih di atas pertolongan kamu itu wahai Sang Ulat.”

“Ah! Perkara biasa saja. Bukankah kita hidup perlu saling tolong-menolong.”

Sang Lembu pulang dengan hati yang girang. Didapatinya Tuan Peladang masih duduk termenung. Sang Lembu terus menceritakan tentang penemuan perigi itu kepada Tuan Peladang. Mendengarkan cerita Sang Lembu, tanpa berlengah-lengah lagi Tuan Peladang membawa cangkul dan tangga ke perigi yang dikatakan oleh Sang Lembu.

Tuan Peladang turun ke dalam perigi menerusi tangga yang dibawanya dan terus mencangkul tanah di dalam perigi tersebut. Tidak berapa lama kemudian, mata air mulai muncul di permukaan tanah.

Hati Tuan Peladang bertambah riang. Air mulai memenuhi perigi itu. Tuan Peladang menepuk-nepuk belakang Sang Lembu yang berjasa terhadapnya. Walaupun begitu Sang Lembu tidak memberitahu siapakah yang mengesyorkan agar Tuan Peladang menanam sayur-sayuran di kawasan perigi itu. Tuan Peladang pula tidak banyak soal dan bersetuju dengan pendapat Sang Lembu untuk menanam tanam-tanaman di kawasan itu. Ini akan memudahkan lagi baginya mendapat bekalan air.

Beberapa bulan kemudian, sayur-sayuran tersebut tumbuh dengan suburnya. Tuan Peladang berasa sangat gembira. Di samping itu, Tuan Peladang juga menperolehi pendapatan daripada hasil menjual air. Semakin bertambah lumayan pendapatan Tuan Peladang.
Pada suatu hari, Tuan Peladang datang ke kawasan perigi untuk memetik sayur-sayurannya tetapi alangkah terkejutnya Tuan Peladang apabila mendapati sayur-sayurannya terkorek di sana-sini. Tuan Peladang menuduh Sang Lembu memakan dan merosakkan tanaman yang ditanamnya. Sang Lembu tidak mengaku bersalah. Tuan Peladang semakin marah dan memukul belakang Sang Lembu sekuat-kuat hatinya. Sang Lembu menjerit kesakitan dan terpaksalah dia berterus-terang. Mendengarkan cerita Sang Lembu, Tuan Peladang rasa tertipu.

Tuan Peladang tidak mempercayai bahawa ulat tanah boleh membantu memberikan air. Tuan Peladang mencari ulat tanah di merata-rata tempat. Beberapa kawasan tanah digali oleh Tuan Peladang. Akhirnya Tuan Peladang berjumpa dengan sekelompok ulat tanah. Tanpa membuang masa lagi, Tuan Peladang mengambil racun lalu disemburkannya ke arah ulat-ulat tersebut. Banyaklah ulat tanah yang menjadi korban.

Seekor ulat tanah sempat melarikan diri. Ulat tanah itu tahu Tuan Peladang tidak berhati perut dan mengenang budi. Ulat tanah bersumpah untuk membalas dendam. Ulat tanah tidak mahu melihat Tuan Peladang dan Sang Lembu di kawasannya lagi. Sememangnya Sang Ulat Tanah menyimpan kemarahan yang amat sangat.

Tiba-tiba air perigi menjadi kering kembali. Habis kesemua tanaman Tuan Peladang terkulai layu. Tuan Peladang tersentak melihat perubahan yang mendadak itu. Dia berasa sangat menyesal kerana membunuh ulat-ulat tanah. Sang Lembu pun turut bersedih mengenangkan bencana yang bakal diterimanya nanti. Dari satu arah Sang Lembu terdengar suara Sang Ulat Tanah berkata sesuatu.

“Tidak semua orang itu boleh dijadikan kawan. Lebih baik hidup bersendirian dari berdampingan dengan orang yang tak tahu mengenang budi.”

Kini Sang Lembu mengerti tentang kesilapannya. Dialah yang patut disalahkan kerana memberitahu Tuan Peladang tentang ulat tanah yang tinggal di kawasan itu.

Pengajaran :

1. Sudah terhantuk baru terngadah.

2. Janji mesti ditepati.

Pada suatu masa, Gunung Ledang didiami oleh harimau gunung yang ganas dan banyak sekali. Ketika harimau gunung itu turun, banyaklah binatang ternakan menjadi mangsa dibahamnya.

Pada suatu hari, harimau itu turun beramai-ramai dari gunung itu seperti berpesta kelaparan. Sekawan kerbau yang dijaga oleh seorang budak hingusan habis dibaham oleh mereka. Orang kaya tuan punya kerbau itu sangat marah dan kecewa hampir bertekad untuk membunuh diri.



“Kamu lalai dan tidak menjaga kerbau kerbau aku. Kamu mesti ganti semua kerbau yang telah dibaham itu,” kata orang kaya itu dengan marah kepada budak hingusan itu.

Budak itu sangat susah hati dan ketakutan. 
Sudahlah hidupnya tidak ada tempat berlindung, kini malang pula menimpa. Dia bermenung / berhayal dibawah sepohon pokok seperti orang hisap syabu.

“Jangan susah hati. Ambil getah ini dan sapukan kepada mulut harimau itu nanti,” kata seorang tua yang menjelma tiba-tiba di dalam fantasinya.

Budak itu bertekad. Harimau dari gunung itu mesti diajar. Dia mengambil upah menjaga sekawan kerbau kepunyaan seorang kaya  sial yang lain. Sampai ketikanya, seekor harimau yang besar datang. Budak itu dengan berani pergi kepada harimau itu.

“Kamu pencuri bedebah mesti diajar !” kata budak itu dengan berani selepas menghisap syabu. Harimau yang besar itu tergamam. Dia memikirkan budak itu lebih kuat daripadanya.

Budak itu menyapukan getah pada mulut harimau di kala harimau itu tergamam. Apabila getah itu kering, harimau tidak boleh membuka mulutnya. Kuku harimau itu juga disapu dengan getah. Ia tidak dapat mengeluarkan kukunya yang bersumang.

Budak itu juga mengikat kaki harimau. Apabila getah itu kering, harimau tidak boleh membuka mulutnya. Kuku harimau itu juga disapu getah. Ia tidak dapat mengeluarkan kukunya.

Budak itu juga mengikat kaki harimau. Hari telah malam, dia memanggil semua orang kampung datang. Orang kampung sangat hairan melihat keberanian budak itu.
Budak itu berkata kepada harimau yang sudah terbaring tidak bergerak, “Mulai malam ini, kamu jangan ambil binatang peliharaan orang kampung.”

Harimau itu dibiarkan di situ sehingga tengah hari esoknya.
Apabila matahari memancar, getah itu pun cair. Harimau melarikan diri kerana ketakutan. 

Sejak dari itu, tiada lagi harimau yang berani datang membaham binatang ternakan di kawasan itu.

Pengajaran :

1. Jangan menganiaya orang lain.
2. Usaha tangga kejayaan.
3. Jangan mudah putus asa.
Kononnya, disebuah negeri, raja dan sekalian rakyatnya malu untuk bercakap kerana mulut mereka tetap berbau busuk.

“Apakah wabak yang menyerang negeri ini?” tanya raja.

Apabila raja dihadap oleh pembesar dan rakyatnya, semuanya diam membisu. Mereka takut hendak bercakap kerana mulut mereka berbau busuk macam taik.

Pada suatu hari, di dalam taman larangan, puteri raja bersama dayang-dayangnya keluar bermain-main. Mereka juga diam tidak bercakap. Mulut mereka semuanya berbau busuk butul butul macam taik. Tiba-tiba seekor burung murai terbang dan hinggap di sepohon bunga. Murai itu berkicau dengan rancak. Ia seolah-olah sedang bercakap dengan tuan puteri. Puteri raja tetap membisu sebab takut burung itu akan mati bila terhidu bau mulutnya.

Murai itu berkicau lagi dan mematuk-matuk bunga yang ada di dahan tempat ia berpijak.

Akhirnya puteri raja pergi ke pokok bunga itu. Bunga kecil itu diambil dan dimakannya. Selang beberapa hari dia berbuat begitu, akhirnya bau busuk di mulutnya hilang. 

Mulutnya berbau wangi pula. Sejak hari itu, puteri raja seorang sahajalah yang tidak malu bercakap-cakap sebab mulutnya tidak bau taik sudah.

Raja pun bertanya akan rahsia puteri baginda itu. Perihal pokok bunga itu pun diceritakan oleh puteri baginda. Sejak itu, baginda memerintahkan rakyatnya menanam dan memakan bunga pokok itu.

Sejak itulah juga penyakit mulut berbau itu hilang. Semua rakyat terlalu gembira. Mereka boleh berkata-kata dan tidaklah diam lagi.



Raja memerintahkan rakyat menanam pokok itu. Akhirnya bunga itu menjadi hasil negeri. Bunga itu dikenali dengan nama bunga cengkih.

Pengajaran :
1. Jangan takut mencuba perkara baru.
2. Fikir selalu keajaiban ciptaan Tuhan.
3. Komunikasi amat penting dalam perhubungan biasa mahupun yang sulit.
Sebuah istana terletak di tebing sebatang sungai. Rajanya mempunyai tujuh orang puteri. Baginda amat sayang kepada Puteri Bongsu.

Di tebing sebelah istana ada sebuah pondok buruk. Penghuninya seorang perempuan setengah umur. Kerjanya bertani.

Perempuan itu sangat inginkan seorang anak. Pada suatu hari, dia minum air di sebuah tempurung. Selepas itu dia mengandung lalu melahirkan seekor beruk. Ia dinamakan Beruk Tunggal.



Setelah besar, Beruk Tunggal menolong ibunya bertani. Tahun itu padi menjadi tetapi diserang tikus. Beruk Tunggal menangkap semua tikus yang menyerang padinya. Kemudian dia mencari Raja Tikus. Apabila bertemu, Raja Tikus itu diberi amaran. Raja Tikus ketakutan kerana ia tahu Beruk Tunggal jelmaan seorang anak raja kayangan.

“Hamba tidak tahu rumah ini kepunyaan tuanku,” kata Raja Tikus.

“Padi aku sudah habis. Apakah tindakan kamu?” Tanya Beruk Tunggal.

“Hamba akan suruh rakyat hamba mengumpulkan butir emas,” kata Raja Tikus.

“Baiklah, aku terima pemberian itu!” kata Beruk Tunggal. Kemudian, segala tikus itu datang membawa butir emas. Banyaklah emas di pondok Beruk Tunggal.

Beruk Tunggal meminta emaknya meminang puteri raja. Emaknya pun pergi ke istana. Raja terkejut mendengar permohonan perempuan itu. Namun raja menyampaikan juga permohonan itu kepada ketujuh-tujuh orang puterinya.

“Kahwin dengan beruk?” Tanya Puteri Sulung. Puteri yang lain turut hairan. Hanya Puteri Bongsu yang bersopan-santun sahaja yang sanggup menjadi isteri Beruk Tunggal.

Raja dan permaisuri kasihan kepada Puteri Bongsu. Baginda meminta hantaran sebentuk cincin berlian. Pada fikiran raja, tentulah perempuan miskin itu tidak berdaya menyediakannya.

Beruk Tunggal memohon kepada ayahandanya, Raja Kayangan. Pada malam itu, ayahanda Beruk Tunggal menghantar secupak cincin berlian. Emak Beruk Tunggal pun mempersembahkan cincin berlian yang secupak itu ke istana.

Dia meminta baginda memilih sebentuk cincin yang sesuai. Raja tidak dapat mengelak. Puteri Bongsu pun dikahwinkan dengan Beruk Tunggal.

Selepas itu baginda tidak mahu mereka tinggal di istana. Puteri Bongsu mengikut Beruk Tunggal tinggal dipondoknya. Pada malam pertama, Puteri Bongsu menemui sarung beruk. Esoknya, Beruk Tunggal tidak bersarung lagi. Dia bertukar menjadi seorang pemuda yang kacak.




“Kekanda sebenarnya putera Raja Kayangan. Bakarlah sarung beruk itu. Taburkan sedikit debunya di luar pondok. Pintalah sesuka hati adinda,” kata putera Raja Kayangan.

Puteri Bongsu mengikut suruhan putera raja itu. Sebentar itu juga pondoknya bertukar menjadi istana, lengkap dengan taman yang indah.

Thursday, 5 October 2017

Dalam sebuah belukar tinggal seekor labah-labah. Sarangnya lebih besar daripada sarang labah-labah lain. Dahulu bapanya yang membuat sarang itu. Kemudian ia menambah di sekeliling sarang itu.

Labah-labah itu berlari dengan pantas dari tengah ke tepi sarang. Ia menangkap mangsanya. Binatang yang ditangkap segera dimakan. Badannya semakin hari semakin besar. Perutnya buncit. Ia memang kuat makan. Perutnya sentiasa berasa lapar.

Pada suatu hari, datang dua ekor labah-labah. Satu dari arah timur dan satu lagi dari arah barat. Kedua-dua labah-labah mahu menjemput labah-labah buncit makan kenduri. Kenduri itu diadakan pada waktu yang sama. Ia menjadi serba salah. Labah-labah buncit bertanya jiran-jirannya. Mereka juga mendapat jemputan. Jiran di kiri pergi ke jemputan arah barat. Jiran di kanan pergi ke jemputan arah timur. Labah-labah buncit mendapat akal. Ia meminta kerjasama jiran-jirannya.

Labah-labah buncit memberi tali kepada jiran-jirannya. Sesiapa yang makan dahulu tarik tali itu. Ia akan pergi ke sana dahulu. Tali itu diikatkan pada perutnya supaya tidak terlepas.

Kedua-dua labah-labah itu pun pergi. Apabila jamuan dihidang, jiran kanan pun menarik tali dari arah timur. Pada masa yang sama jiran kiri menarik dari arah barat pula. Labah-labah buncit tidak dapat mengikut ke barat. Ia tidak sempat membuka ikatan perutnya.

Kedua-dua jiran labah-labah buncit terus menarik tali masing-masing. Perut labah-labah buncit semakin tercerut. Setelah tidak berjaya menarik, kedua-dua jirannya pun terhenti. Mereka menikmati hidangan. Selepas makan mereka pun pulang.

Mereka mendapati labah-labah buncit pengsan. Mereka cuba membuka tali yang tercerut di perut labah-labah buncit. Sayangnya mereka tidak dapat membuka ikatan itu.



Beberapa hari kemudian labah-labah buncit sedar. Ia berjaya membuka ikatan di perutnya. Sejak itu ia tidak hiraukan makan. Perutnya tidak berasa lapar seperti selalu. Pinggangnya pun ramping bekas kene cerut. Hingga sekarang pinggang labah-labah kecil dan genting.